Warna langit masih aga menggelap, subuh
yang khidmat dengan aku yang mencoba untuk tetap bisa tanpa sesuatu yang
takbiasa di hari ini, dan kau pasti tahu apa itu langit, kuanggap ringan walau kadang
musuh kita mencoba berdiskusi di dalam ruang pikirku yang satu seolah berkata
jika aku kembali mengiriminya potongan warna kisahku takmasalah karena majikan
kucing itu hanya membacanya dan sudah takada apa-apa, semuanya sederhana. Iya
seakan setan itu mencoba membuatku berpikir semuanya akan baik-baik saja dengan
alasan yang terkesan baik akan tetapi dalam segala niat baik itu mereka segera
bekerja memasuki ruang-ruang hatiku yang takseharusnya, tapi tidak langit aku
takmelakukan apapun kecuali mencoba memusatkan kelegaan itu padaNya. Aku
mencoba melalui hari dengan biasa kembali walau sejujurnya aku masih menghitung
waktu, hari ke hari hanya mencoba untuk menegaskan pada diri tentang kata
“jangan”. Aku berusaha untuk bisa terbiasa.
Langit, kini aku tahu kenapa dirimu
begitu khawatir ketika seorang embun ini mulai berkisah banyak tentang majikan
dan kucingnya itu, rasa sakitmu sampai padaku, rasa sakitmu tercermin dalam kata-kata
tentangnya, kau ingin aku takterlalu jauh membuat kenangan-kenangan bersamanya,
karena ketika ketiadaannya itu mulai hadir, yang tertinggal darinya hanya segala
sesuatu yang pernah ada saat bersama dan akhirnya itu yang membuatku terpaku.
Kau memngingatkanku dan berkata berrhenti, sebelum kisahku terlalu jauh.
Tapi langit bukankah ketika bertemu seseorang dan lalu dia singgah di ruang yang takbiasa, hingga lama mengenalnya,
lalu disuatu waktu dia pergi entah meninggalkan kita atau kita yang
meninggalkannya, darinya ada sesuatu yang didapat, jujur dari dia aku
mendapatkan banyak hal tentang apapun, dia membuatku belajar banyak hal. Aku
merasa bersalah padanya. Apa kau mengiyahkan ini ?, apa dari penyelinap itu kau
mendapatkan banyak hal tentang apapun yang sama denganku ketika aku
mengenalnya? Mungkin akupun hanya terdiam takseberani dirimu yang bertanya
tentang siapa aku di skenario hidupnya, aku cukup senang dengan dia yang selalu
mendengarkan dan ada, aku takmeminta lebih darinya, bahkan adapun aku berdo’a
aku berharap dia mendapat yang terbaik dalam hal apapun, dan dalam hal ini aku merasa bukan yang terbaik,
dia bertemu banyak orang bukan hanya ada aku dalam hidupnya, aku ada dalam
hidupnya hanya ketika aku menyapanya, selesai dari kita memenuhi ruang
percakapan ketika usai, sudahlah mungkin takada embun, hummmm aku harus bicara
apalagi tentang sesuatu yang kurasakan. Kupikir jika mencintai harus memiliki
aku takpernah ingin mencintai. Tapi bagaimanapun ada hati yang harusnya selalu
bersih agar setan itu takmendatangiku, tetap saja memang kau benar aku harus
berhenti.
Langit ketika jawaban penyelinap itu
sudah kau dapati, kepastian akan sesuatu itu sudah jelas , kini aku rasa kita
akan sama-sama memulai, aku akan berjalan dengan sebisaku meraih satu dan
banyak hal dan begitupula dirimu takdirmu yang lain, lembaranmu yang ditutup
dan cukup disimpan itu, akan menjadi sesuatu yang paling berharga karena
membuatmu dengan yakin sangat berharap hanya padaNya dan aku belajar itu
darimu. Terimakasih.
Hari esok akan menghapus semua mimpi
buruk, mengusir semua kesedihan dan menggantinya dengan canda tawa kita, iya
kan langit?, kita akan menuju taman syurga yang didalamnya kau dan aku bisa
bermain dan bercengkarama dengan seulas senyum , merasakan kelembutan Allah
yang seperti kedipan mata yang sayu, itu lebih indah. Seperti khaizaran yang
bicara tentang keindahan dan kenikmatan surga , kita akan bahagia ditemani keindahan
bidadari bermata jeli, yang mempersiapkan kebutuhan kita Dan tentang cinta,
sungguh di surga kelak kita akan merasa cukup dengan satu orang suami. Lelaki
yang paling kita cintai.
Kebahagian yang kita tuju takubahnya
seperti bunga yang benihnya sedang kita tanam walau taklangsung berbunga tapi
ia pasti akan tumbuh.dan aku berharap apa yang selanjutnya kita jalani terjadi
dengan kehendaknya bukan hanya sekedar kehendak tapi juga dengan keridhaanNya. Dan rindu itu kembali datang mengetuk pintu hatiku .
Rindu itu padamu yang membumikan Al-Qur'an
Rindu itu padamu yang ucap lisan Al-Qur'an
Rindu itu padamu yang saling mendengarkan
bacaan
Rindu itu padamu yang tak jenuh mengingatkan
kesalahan
Rindu itu padamu yang tak terbebani dengan
waktu menghimpit menyekik
Rindu itu padamu yang tetap menghafal dikala setumpuk
tanggung jawab di amanahkan
Rindu itu padamu yang saling mengantri untuk mendapat
giliran
Rindu itu padamu yang berjuang menjadi sahabat Al-Qur'an ..