Pengikut

Senin, 12 November 2012

@#3 PENYELINAP


Warna langit masih aga menggelap, subuh yang khidmat dengan aku yang mencoba untuk tetap bisa tanpa sesuatu yang takbiasa di hari ini, dan kau pasti tahu apa itu langit, kuanggap ringan walau kadang musuh kita mencoba berdiskusi di dalam ruang pikirku yang satu seolah berkata jika aku kembali mengiriminya potongan warna kisahku takmasalah karena majikan kucing itu hanya membacanya dan sudah takada apa-apa, semuanya sederhana. Iya seakan setan itu mencoba membuatku berpikir semuanya akan baik-baik saja dengan alasan yang terkesan baik akan tetapi dalam segala niat baik itu mereka segera bekerja memasuki ruang-ruang hatiku yang takseharusnya, tapi tidak langit aku takmelakukan apapun kecuali mencoba memusatkan kelegaan itu padaNya. Aku mencoba melalui hari dengan biasa kembali walau sejujurnya aku masih menghitung waktu, hari ke hari hanya mencoba untuk menegaskan pada diri tentang kata “jangan”. Aku berusaha untuk bisa terbiasa.

Langit, kini aku tahu kenapa dirimu begitu khawatir ketika seorang embun ini mulai berkisah banyak tentang majikan dan kucingnya itu, rasa sakitmu sampai padaku, rasa sakitmu tercermin dalam kata-kata tentangnya, kau ingin aku takterlalu jauh membuat kenangan-kenangan bersamanya, karena ketika ketiadaannya itu mulai hadir, yang tertinggal darinya hanya segala sesuatu yang pernah ada saat bersama dan akhirnya itu yang membuatku terpaku. Kau memngingatkanku dan berkata berrhenti, sebelum kisahku terlalu jauh.

Tapi langit bukankah ketika bertemu seseorang dan lalu dia singgah di ruang yang takbiasa, hingga lama mengenalnya, lalu disuatu waktu dia pergi entah meninggalkan kita atau kita yang meninggalkannya, darinya ada sesuatu yang didapat, jujur dari dia aku mendapatkan banyak hal tentang apapun, dia membuatku belajar banyak hal. Aku merasa bersalah padanya. Apa kau mengiyahkan ini ?, apa dari penyelinap itu kau mendapatkan banyak hal tentang apapun yang sama denganku ketika aku mengenalnya? Mungkin akupun hanya terdiam takseberani dirimu yang bertanya tentang siapa aku di skenario hidupnya, aku cukup senang dengan dia yang selalu mendengarkan dan ada, aku takmeminta lebih darinya, bahkan adapun aku berdo’a aku berharap dia mendapat yang terbaik dalam hal apapun, dan  dalam hal ini aku merasa bukan yang terbaik, dia bertemu banyak orang bukan hanya ada aku dalam hidupnya, aku ada dalam hidupnya hanya ketika aku menyapanya, selesai dari kita memenuhi ruang percakapan ketika usai, sudahlah mungkin takada embun, hummmm aku harus bicara apalagi tentang sesuatu yang kurasakan. Kupikir jika mencintai harus memiliki aku takpernah ingin mencintai. Tapi bagaimanapun ada hati yang harusnya selalu bersih agar setan itu takmendatangiku, tetap saja memang kau benar aku harus berhenti.

Langit ketika jawaban penyelinap itu sudah kau dapati, kepastian akan sesuatu itu sudah jelas , kini aku rasa kita akan sama-sama memulai, aku akan berjalan dengan sebisaku meraih satu dan banyak hal dan begitupula dirimu takdirmu yang lain, lembaranmu yang ditutup dan cukup disimpan itu, akan menjadi sesuatu yang paling berharga karena membuatmu dengan yakin sangat berharap hanya padaNya dan aku belajar itu darimu. Terimakasih.

Hari esok akan menghapus semua mimpi buruk, mengusir semua kesedihan dan menggantinya dengan canda tawa kita, iya kan langit?, kita akan menuju taman syurga yang didalamnya kau dan aku bisa bermain dan bercengkarama dengan seulas senyum , merasakan kelembutan Allah yang seperti kedipan mata yang sayu, itu lebih indah. Seperti khaizaran yang bicara tentang keindahan dan kenikmatan surga , kita akan bahagia ditemani keindahan bidadari bermata jeli, yang mempersiapkan kebutuhan kita Dan tentang cinta, sungguh di surga kelak kita akan merasa cukup dengan satu orang suami. Lelaki yang paling kita cintai.
Kebahagian yang kita tuju takubahnya seperti bunga yang benihnya sedang kita tanam walau taklangsung berbunga tapi ia pasti akan tumbuh.dan aku berharap apa yang selanjutnya kita jalani terjadi dengan kehendaknya bukan hanya sekedar kehendak tapi juga dengan keridhaanNya. Dan rindu itu kembali datang mengetuk pintu hatiku .

Rindu itu padamu yang membumikan Al-Qur'an
Rindu itu padamu yang ucap lisan Al-Qur'an
Rindu itu padamu yang saling mendengarkan bacaan
Rindu itu padamu yang tak jenuh mengingatkan kesalahan
Rindu itu padamu yang tak terbebani dengan waktu menghimpit  menyekik
Rindu itu padamu yang tetap menghafal dikala setumpuk tanggung jawab di amanahkan
Rindu itu padamu yang saling mengantri untuk mendapat giliran
Rindu itu padamu yang berjuang menjadi sahabat Al-Qur'an .. 


@#2 Kucing Dan Majikannya


Langit, dirimu yang bisa berdiri hanya dengan yakin padaNya lebih membuatku iri, bahkan saat tertatih kau masih menuntunku, kau taktunjukan sakitmu , kau tetap berjalan walau perlahan, seakan tatapanmu kedepan menuju satu pasti yang disana kau tahu akan merasai nikmat pasti yang takterkira dalam menujuNya dan kau tetap memegang tanganku, mengajak langkahku tetap mengikutimu. Kau menjadi perantaraNya yang membuatku menarik langkah yang mulai  jauh.

Langit senja hari ini, mengingatkanku pada hujan senja kemarin, katamu surat untuk embun sudah kau kirim namun aku belum sempat membukanya, sekiranya senja itu, aku langsung membukanya, mungkin aku takkan melakukannya. Meluruskan niat itu hal tersulit dari sebuah perbuatan, aku kira aku hanya butuh teman bercerita, kau tahu sendiri aku yang kala sepi selalu mencari suara untuk hanya sekedar kudengar,  akan tetapi rasa nyaman dan senang itu berbeda saat aku bicara padanya.

Minggu pagi itu, selama lama mengenalnya pertama kalinya aku mendengar suaranya dengan jelas, aku mendengar  tertawanya, dan setiap balasan darinya sama sekali takjauh berbeda dengan gayanya ketika dia bicara.Dia katakan “inilah aku”, rasanya aku yang jahat langit, kenapa aku memaksakan kata “aku biasa terhadapnya” bukankah diantara laki-laki dan perempuan yang tak senasab memang takaada persahabatan apalagi persaudaraan. 

Embun : Aku ga gini kesemua orang, ketika aku bercerita berbagai hal padamu sebetulnya kenapa aku bercerita, semua yang  aku ceritakan apa hubungannya denganmu, apa coba ....

Majikan Kucing : apa coba ...

Langit, sekarang aku takut dengan diriku sendiri, sungguh takut. Dengan mudahnya dulu aku katakan padanya

Embun : Jika suatu saat nanti aku sudah aneh aku akan bilang.
Majikan Kucing : Ok

Aku masih menganggap semua biasa, kenapa hanya dia yang aku bicarakan karena memang hanya ada dia,aku takpunya balon percakapan lain langit dengan lelaki selainnya dan bila baginya ini hal yang biasa tapi tidak denganku ini hal yang kurasakan untuk pertama kalinya. Dia yang kurasa bisa menganggapku hanya seorang perempuan biasa, aku taksuka diperhatikan, aku taksuka terlalu banyak ditanya, aku taksuka sikap yang terlalu berlebihan padaku, dari semuanya yang ada hanya dia yang bisa biasa, hanya dia yang takbertanya, tentang dia peduli atau tidak aku takpernah mengetahuinya, tapi yang kutahu dia sangat baik. Terlalu jahat jika pada kelalaianku dia tersalahkan. Apa ini juga salah satu pernyataanmu yang benar bahwa darinya aku takmenemukan ketidaksempurnaannya. Karena akulah ketaksempurnaannya itu.

Bolehkah aku mengutip percakapan kami yang pertama itu langit, aku katakan paadanya betapa aku takut membebani orang lain termasuk dirinya , aku kesal akan apa yang aku rasakan, diriku yang selalu mengangap hal kecil menjadi hal-hal rumit, tapi dia dengan begitu baiknya mendengarkanku dia bahkan bercerita bagaimana seorang Umar Bin Khattab memperlihatkan sikap khusnudzannya. Atau ketika ku katakan aku kekanak-kanakaan dengan sikapku yang kurasa manja, dia hanya membalasnya dengan mengatakan “bukan kekanak-kanakan tapi kekucing-kucingan, anak kecil itu polos tapi kalau kucing ngeliat orang bawaannya suudhzon terus, kamu itu cuman cerita bukan ngerengek dan dia membuatku ikut tertawa bersamanya. Aku rasa semuanya benar-benar biasa langit, kadang perasaan ini ringan kadang pula juga berat, tergantung aku membawanya kemana, akan tetapi kau benar langit Allah itu Allah bukan mesin kebaikan yang bisa ku minta setiap saat. Dia bukan perantara antara aku dengannya. Dia adalah Pusat.

Aku sebetulnya masih bingung, apa ini benar-benar rasa itu karena aku hanya bercerita menurutku, aku takpernah tahu bagaimana menurutnya. Asumsi yang berbeda membuat segala prasangka selalu ada, hanya sepertinya aku harus menjedanya dan melihatnya dari sisi yang biasa, sisi yang tidak memihak pada keinginan dan keyakinan yang egois, sisi yang tidak memihak pada satu kesimpulan bahwa segala perasaankuu berjawaban "iya" hidup ini bukan hanya dipandang dari satu pasang mataku, hidup ini bukan dijalani oleh satu pasang kakiku, hidup ini bukan hanya dirasakan oleh satu hati, aku sadari semua takbisa menjadi satu pemikiran dan satu perasaan, untuk menyakinkan tetap diriku harus bertanya pada satu pemikiran dan perasaan lainnya, satu pasang mata dan satu pasang kaki yang lain tentang apakah ia memiliki pemikiran dan perasaan yang sama denganku, tapi lebih baik aku diam saja dan berharap apa yang kurasakan takterlalu dalam.

Langit, setelah kubaca surat darimu kau tahu, dalam rakaat-rakaatku aku mulai kembali mengetuk pintu mahabahnya dengan sungguh , aku yang taksempurna dengan ibadahku, bahkan setiap ayat yang berseru yaa ayuhalladzina akhirnya membuatku menumpahkan kesesakkan di dadaku, aku membiarkan mata ini basah, aku biarkan tetesan-tetesan itu terus mengalir, aku merasakan kenikmatan kala aku berpikir betapa Allah sesungguhnya sangat menyanyangiku dengan segala keterbatasanku ketika aku mengucapkan ayat-ayat itu dari lisan, lalu dimudahkannya aku dalam menjaganya sesungguhnya Ia percaya, apakah sikap seorang penjaga seperti itu kurasa memang takseharusnya, tapi aku hanya perempuan biasa mungkin hilaf ini akan menjadi sesuatu yang akhirnya aku akan belajar banyak. 

Terimakasih Langit

@#1 PENYELINAP [akuan]



Kabarku kurasa akan semakin baik kala dirimu ada mendengarkanku langit, Hari tanpa pertanyaan “Apa?” mu. Disini ketiadaan dirimu tergambar dari hati yang satu ruangannya kosong belum terisi dan takkan terisi sebelum kamu kembali dengan segala cerita tentang ksatria itu, aku rindu dirimu yang mengusap rambutku, aku masih ingat dirimu yang ikut menangis kala aku berkata “aku takut membenciNya lagi”, obat-obat ini masih harus kuminum entah sampai kapan, aku berusaha untuk tetap bisa bertahan. Hariku dipenuhi lembaran-lembaran ayat yang harus kusetorkan setiap hari, akupun berusaha mencapai targetku, sejauh ini semua masih bisa kulakukan, walaupun mataku akhirnya sering mengantuk karena pada malam hingga tak kurang jam 02.00 pagi barulah aku tertidur, keesokan harinya aku harus banyak menulis, dan menulis. aku ingin seperti yang lain tapi nampaknya diriNya belum mengijinkan.

Tentang kucing dan majikannya, kurasa dia sangat baik sampai hari ini dia terus mendengarkanku, sampai hari ini dia tertawa saat kusapa, dia akan ada saat kumembutuhkannya, dia takpernah bertanya kenapa aku menahannya untuk tetap ada dalam duniaku , aku pernah katakan dia memang seperti kucing takpernah bertanya dan mengkritikku dan dia masih seperti itu, dan kucingnya masih ada dalam cerita-ceritanya. Embun di negeri sakura, aku pernah katakan padamu aku hanya singgah sebentar, takberniat untuk terlalu lama.

Aku belum menemukan siapapun yang menyerupai dirimu disini dan kurasa aku takkan pernah menemukannya.

Iya langit kamu benar aku mulai tertarik dengan siapa perempuan itu dan begitu mudahkah seoranglelaki itu berkata seperti itu padamu. di senja itu aku membaca pesan singkatmu
Lelaki itu mau nikah bulan November katanya,
tapi bukan sama aku :D
#tapi aku masih belum nyerah* do’ain aku ya..

Aku merasakan lelah untukmu. Perkataanmu selalu membuatku bisa melihat segala sesuatu dari cara yang berbeda .

Saat aku membalas pesan singkatmu
“aku lelah untukmu, kenapa kamu tetap bertahan?”
Kamu membalasnya dengan jawaban yang sangat siap.
“Mungkin karena mencintai itu bukan berarti bersama, gak perlu dibales juga kan.Sampai luntur rasa ini dengan sendirinya. Aku pasrah.

Langit, tentang dirimu yang takkan menyerah, bahkan aku masih ingat ketika aku bertanya
“bagaimana jika bukan dia ?”
Jawabmu “kalaupun bukan dia, bukan aku yang menyerah”

Nampaknya ketika dia pergi dirimu masih menunggu ditempat dia meninggalkanmu.

Apa dayaku untuk membuatmu mengalihkan kaki keyakinanmu yang sudah terpaku kuat dengan segala sesuatu yang sudah dijadikan keputusan olehmu, aku sangat berharap dengan warna indah yang bisa membuatmu merasakan bahagia, aku ingin engkau tersenyum. Apapun yang membuatmu bahagia aku menyukainya tapi merasakan lelahmu ini rasanya aku…… hum langit aku berdo’a yang terbaik untukmu.
Lukamu saat ini pasti akan sembuh, dan waktu akan membuatnya berlalu walau mungkin ketika pergi tanda itu akan tetap tertinggal disana.

Ketika sudah ada yang lebih dulu singgah walau nampaknya kali ini dia hanya berani ada didepan pintu, tidak mengetuk apalagi masuk, langit apakah kita harus menariknya dan memaksanya masuk kurasa tidak, aku ingin sesuatu yang tanpa diminta, disuruh atau dipaksa. Membiarkan dia berlalu lalang kearah manapun yang dia suka, namun akan mengetuk dan masuk ke pintu yang mana, aku belum tahu. Biarkan Tuhan yang membuatnya berjalan menemuimu ditempat kemarin dia meninggalkanmu. Semoga saja lelaki itu digerakkan hatinya oleh tuhan untuk mengetuk pintumu, lantas dia takmenjadikanmu sebagai pilihan karena dirimunyalah keputusannya.

Andai basah kuyup diguyur hujan deras sekalipun lama airmata langit itu pasti akan mereda juga … 

Sukabumi, 03 November ’12
Langit tetaplah anggun seperti malam ini, tetaplah berwarna seperti pagi, warna keemassan senja akan nampak membuatmu selalu cantik……
Embun yang rindu padamu …..