Pengikut

Sabtu, 22 Desember 2012

@#Akhir Sebuah Do’a



Langit, iya aku tahu rasanya, sempat akupun merasainya, menyimpan sebuah harap, mencoba untuk tak merapalkannya tapi tahukah langit, tangis itu deras saat aku rasai ikhlas ada dalam setiap do'a-do'a itu, ikhlas yang akhirnya membuat buih-buih do'a itu tetap menjadi do'a untuknya. Ikhlas yang menjadi rindu untuk hati yang mulai sangat bergantung dan berharap hanya padaNya saat merapalkan do'a untuknya.

Dia yang berkata jadilah maka jadilah tentulah maha dari segala maha, tidak ada yang takmungkin baginya, segala isi hatipun itu darinya, isi hati yang menjadikan adanya harapan-harapan itu, saat lalu kau katakan langit bahwa Dia ialah pusat, cukup pada pusatnya itulah kita kembalikan apa yang kita rasakan kini. Ini fitrah yang pasti setiap manusia rasakan, akan tetapi memang harap itupun takbisa kita paksakan pada selainNya, tetap berharap itu memang hanya pada satu , padaNya. Ketika Dia menghendaki maka takada satu dari apapun atau bagaimanapun yang bisa menghalanginya terjadi dan begitu juga sebaliknya ketika Dia menghendaki tidak maka itulah yang terjadi. 

Tetaplah menjadi indah dalam do'amu langit, ketika kepasrahan dan keikhlasan diiringi sabar maka  biarlah Dia yang menuntun kita pada pintu kebahagiaan itu. 

Langit bila tentang do'aku, do'aku itu sangat meruhani sepertimu do'amu dulu mungkin,  padahal bila diucapkan permohonannya padaNya taksama sekali berubah, aku terus mengucapkan do’a-do’a yang sama, tapi sepertinya aku takpernah bosan memohonkannya kembali. Mungkin memang do’a itu menjadi sangat penting hingga susunan untuk siapa dan apa-apanya tepat pada urutannya setiap hari. Pada waktu matahari sepenggal naik ada harap entah yang sampai bisa aku tangisi selain do'a-do'a yang terkirim untuk mereka yang menyanyangiku dan kusayangi, ada do'a tentang segala yang terbaik untuk yang entah. Apa aku mengkhiananti selainnya, setiap kali ku sebutkan permohonan segala yang terbaik untuknya, apa aku membohongi diriku sendiri, hanya berharap semoga dan semoga untuknya, langit aku menangis dan selalu menangis, kau katakan bahwa selayaknya segala rasa hanya dialamatkan pada yang menciptakan isi hati itu, maka aku titipkan padaNya rasanya lebih indah. sudah berapa lama, aku taktahu, mulanya tak menghitung setiap detik dan jam, setiap kegelisahan itu di ganti oleh perasaan-perasaan berbaik sangka padaNya, airmataku menjadi teman yang ada saat aku mengadu padaNya. Aku nyaman. 
  
Rindu itu bicara sejauh mana mengingat. Lalu saat mempertanyakan posisi do’a itu pada dirinku sendiri kembali aku menangis, akhirnya ujung dari segala do'a ialah aku memohon ampun atas segala yang takseharusnya aku lakonkan, sedikit banyak yang dikehendakinya adalah hal yang mungkin telah dibersamai setan. Dan tentang do'a itu, aku tidak menghilangkannya Aku hanya merubah do’aku tanpa menghapusnya. Aku belajar untuk takmengkhianati do’anku sendiri. Tapi Allah Maha Tahu. 

Takdir kita masih tersimpan rapat di jalan tengah menuju tulisan ruby merah dan mutiara itu walau dalam dimensinya 360 sektor sudah sempurna dituliskan Sang Penggengam jiwa dengan pena cahaya dan aku percaya itu yang terbaik. Aku yakin langit ketika Dia mengirimkan seorang atau banyak orang dalam hidup kita, Dia sedang memberi kita pelajaran dengan cara-cara yang indah, Langit sungguh yang kutahu dan yang kurasakan saat Dia mengirimkan seseorang itu aku bersyukur dipertemukan dengannya olehNya walau hanya di sebuah dunia lipat, bersyukur karena ternyata ada penjaga pintu ikhlas yang dengan tersenyum membukakan perasaan damai sedikit demi sedikit. 

Takada yang salah ketika kita memohon yang terbaik menurut kita, sulit membedakan antara kita butuh dan kita ingin, sesuatu yang kita ingin semoga saja Allah iyahkan karena memang sesuatu itu adalah yang kita butuhkan, memohon itu taksalah kan langit ? hanya, mungkin saja permohonan kita yang keliru. Apa yang aku pikirkan, akupun masih bertanya tanya, dalam do'aku aku berkata padaNya bahwa aku takmenuntut keberadaannya di masa depanku karena yang aku mau ialah yang terbaik menurutNya, akan tetapi aku masih sematkan do'a kebaikan untuk hidup seseorang itu hanya untuk mengobati gelisah yang kadang mengetuk-ngetuk pintu kenangan, yang mencoba untuk mendobrak keyakinanku untuk sejenak diam dan takmelakukan apapun, layar yang biasa jadi penghubung cerita antara hidupnya dan hidupku pun mulai meredup, surut menjadi sepi, takada tawa yang biasa ada. Ketika setiap ingatan itu hadir, rasanya memohon ampun padanya dalam dzikir itu bisa lebih menjagaku , atau ku alihkan pada lembaran ayat suci. Akhirnya posisi do'aku bergeser aku mendo'akannya seperti aku mendo'akanmu, hanya sedikit lebih malu saat ku do'akannya kembali sampai aku takberani menyebut namanya, namun Dia tahu apa yang tersembunyi dalam hati.

Aku tetap berdo'a karena dayaku hanya itu langit, selebihnya aku ingin Dia memberikan jalan cerita yang tidak hanya dikehendaki tapi juga jalan cerita itupun Dia ridhai, akan seperti apa dan bagaimana aku sudah pasrah langit, bila seseorang itu datang padaku, maka aku ingin Dia  yang menggerakan, hingga seseorang itu yakin karenaNya untuk datang dalam hidupku, biar Dia yang memberi keyakinan itu padanya, bukankah keyakinan yang datang dariNya tidak akan menimbulkan keraguan. dan jikapun seseorang itu mengalamatkan yakinnya bukan padaku cukup aku bedo'a tanpa ia tahu bahwa aku berdo'a semoga ia bahagia, bukankah ketika kita mendo'akan tanpa sepengetahuan, maka para malaikat pun membalikan do'a itu untuk kita, dan biarkan aku di banjiri pengaminnan dari ribuan do'a malaikat untukku. 

Senin, 03 Desember 2012

@Tentang Sepotong Rindu


 Langit : 
 
Rindu embun itu mungkin sudah lama tersesat,
mengalamatkan gelisah hanya pada tetesan air yang jatuh dari tebing pipi ...
Apakah ia benar-benar tersenyum langit, Ia sedikit sakit.

Setiap waktu Ia katakan, tersenyumlah semuanya akan berakhir
 sakit ini hanya ilusi karena yang ditangisipun memang takada. 

Aku menangis hanya untuk sebuah rindu, iya  langit aku akui, setiap hari, setiap waktu,  setiap sepenggalan matahari naik.

Matahari sepenggal naik selalu jadi takbiasa, ada harap-harap ruhaniah yang sering sekali dipinta tanpa seorangpun atau siapapun tahu kecuali hanya Dia. Setiap kali meminta dalam tadahan tangan berbentuk permohonan yang bukan untukku sang airmata selalu turut menemani hingga membasahi mukenaku.
Aku menitipkan rindu itu pada yang semetinya pada Dia yang Maha mendengarkan, aku telah katakan padamu awalnya memang aku menghitung waktu namun sekarang akupun terlupa sudah berapa lama aku telah berusaha.

Saat aku masuk ke ruang ilusi itu ada sapa dan tanya antara aku dan dirinya, semua biasa saja, apa yang dipikirkan tentang dirikupun aku takpernah tahu, siapa aku dalam hidupnyapun aku taktahu, Tiada yang bisa dikatakan setelah ada sapa dan tanya, yang tadinya tak mau bicara akhirnya menarikan tanganya untuk kalimat jawab yang terus menyambung. hanya berkata tak menjelaskan apapun kecuali kabar. Bisu dengan gundah yang gulana menggiring meredam tangis kemarin saat senja. Rasanya terdua itu sakit ternyata dan lebih sakit lagi kala sadar tidak seharusnya ada. 

Temaram setiap malam menurunkan ego para penikmat gelap dengan tenangnya saat semua terpejam mengistirahatkan mata. Mereka yang berusaha dengan peluhnya, bukan tak penat tapi itulah cara mencapai tujuan. Sapa canda hingga tangis ada namun terjadi karena terlalu larut ditelan waktu. Mengukur sejauh mana memudarkan rasa yang tak terakui.

Ketidakjelasan itu jangan dijelaskan, aku tahu langit, bila sekarang pertanyaan itu kujawab ku takyakin akan ada keputusan dipilihan yang kita tahu, arah mana yang akan kita tempuh nanti. Maka entah siapa yang akan mengakhiri ini. Sudahi, aku tahu salah satunya nanti akan lelah dengan diam. Dan sampai waktu itu karena terlalu lekat dengan diam bahkan terabaikan walau fajar memberikan isyarat bila tak ada lidah dalam kisah ini, lalu dengan isyarat apa pertanyaan dan jawaban itu akan bisa terpahami oleh diriku dan dirinya. Kurasa takdirNya akan punya cara bicara yang lebih sempurna, terjaga dari segala marabahaya dosa dan akan terjaga dengan Do'a. 

Aku takmenuntut keberadaanya di masa depanku langit, sungguh. Siapa yang takinginkan seseorang yang baik itu ada dalam hidup tapi aku membiarkan Tuhan yang dengan indah menunjukan jalannya dan menyakinkan hatinya, aku hanya akan ada dengan sebatas yang seharusnya.

Langit apakah kau merasakan yang sama denganku ketika merasa rindu, rasa itu akan lebih terasa indah saat rindu itu hanya disampaikan pada Sang Maha Pemilik dibersamai dengan do'a-do'a penjagaan dan juga segala kebaikan untuknya,   kata siapa rindu itu takada untukmu, langit takhanya ada namanya dalam do'aku, namamu dan nama mereka yang aku sayangi dan menyanyangiku sudah ku khususkan, aku betah berlama-lama diwaktu itu, bahkan waktu berdo'aku lebih lama dibanding dengan waktu aku berukuk, dan bersujud tanpa memotong atau memperpendek rakaat dan surat-surat yang aku bacakan. Nikmatnya sampai terasa dengan tetesan air yang selalu jatuh dari mataku. Aku sadari, apa yang aku punya,? takada langit kecuali segala yang Dia berikan berupa nikmat-nikmat hidup yang takkan bisa aku menyebutkannya dalam surat-surat kita, kini sepenuhnya daya dan upayaku hanya ada dalam do'a  .

Do'a itu seperti buih-buih yang terbang
hingga akhirnya pecah dan itulah saatnya suara hati didendengarkanNya..
menitikan keharuan tanda kerinduan di sujud-sujud akhirku

Bisa saja do’aku keliru, tapi akupun tahu Dia yang Maha mendengarkan akan selalu mengganti inginku yang keliru itu dengan hal-hal terbaik dariNya. Aku takingin memaksakan do’a, rindu itu biarlah jadi harap-harap kebaikan yang terucap lisan padaNya, bukankah hanya Dia yang maha menjaga segalanya. 

ada yang berbisik halus
seperti angin yang mulai mengusap lembut meyakinkan dengan cara yang indah setiap kali ku merindu
"Sesungguhnya ada Dia yang sangat mencintaimu Embun" 

Langit kau tahu, disetiap selanya ada rindu bertemu denganNya, untuk berkata padaNya “ jadikanlah akar cinta padaMu menjadi cabang dari ranting-ranting keimanan yang membuatku hanya akan bicara dan menitipkan rindu padamu”

Bagiku, Rindu hanyalah jeda antara setelah pernah menyapa, 
tali yang mengikat kuat hati di dalamnya
menjadikannya tara dengan pertemuan dalam do’a, 
sulurnya merambat ke atas sampai ke mata, membuat jatuh menitik di tebing pipi. 
Taburnya sang penghias malam yang takterhitung
menjelma seperti buih-buih do'a embun yang mulai bicara tanpa suara.

Langit….
Aku memang mencintaiNya dengan ketidaksempurnaanku.
 

Senin, 12 November 2012

@#3 PENYELINAP


Warna langit masih aga menggelap, subuh yang khidmat dengan aku yang mencoba untuk tetap bisa tanpa sesuatu yang takbiasa di hari ini, dan kau pasti tahu apa itu langit, kuanggap ringan walau kadang musuh kita mencoba berdiskusi di dalam ruang pikirku yang satu seolah berkata jika aku kembali mengiriminya potongan warna kisahku takmasalah karena majikan kucing itu hanya membacanya dan sudah takada apa-apa, semuanya sederhana. Iya seakan setan itu mencoba membuatku berpikir semuanya akan baik-baik saja dengan alasan yang terkesan baik akan tetapi dalam segala niat baik itu mereka segera bekerja memasuki ruang-ruang hatiku yang takseharusnya, tapi tidak langit aku takmelakukan apapun kecuali mencoba memusatkan kelegaan itu padaNya. Aku mencoba melalui hari dengan biasa kembali walau sejujurnya aku masih menghitung waktu, hari ke hari hanya mencoba untuk menegaskan pada diri tentang kata “jangan”. Aku berusaha untuk bisa terbiasa.

Langit, kini aku tahu kenapa dirimu begitu khawatir ketika seorang embun ini mulai berkisah banyak tentang majikan dan kucingnya itu, rasa sakitmu sampai padaku, rasa sakitmu tercermin dalam kata-kata tentangnya, kau ingin aku takterlalu jauh membuat kenangan-kenangan bersamanya, karena ketika ketiadaannya itu mulai hadir, yang tertinggal darinya hanya segala sesuatu yang pernah ada saat bersama dan akhirnya itu yang membuatku terpaku. Kau memngingatkanku dan berkata berrhenti, sebelum kisahku terlalu jauh.

Tapi langit bukankah ketika bertemu seseorang dan lalu dia singgah di ruang yang takbiasa, hingga lama mengenalnya, lalu disuatu waktu dia pergi entah meninggalkan kita atau kita yang meninggalkannya, darinya ada sesuatu yang didapat, jujur dari dia aku mendapatkan banyak hal tentang apapun, dia membuatku belajar banyak hal. Aku merasa bersalah padanya. Apa kau mengiyahkan ini ?, apa dari penyelinap itu kau mendapatkan banyak hal tentang apapun yang sama denganku ketika aku mengenalnya? Mungkin akupun hanya terdiam takseberani dirimu yang bertanya tentang siapa aku di skenario hidupnya, aku cukup senang dengan dia yang selalu mendengarkan dan ada, aku takmeminta lebih darinya, bahkan adapun aku berdo’a aku berharap dia mendapat yang terbaik dalam hal apapun, dan  dalam hal ini aku merasa bukan yang terbaik, dia bertemu banyak orang bukan hanya ada aku dalam hidupnya, aku ada dalam hidupnya hanya ketika aku menyapanya, selesai dari kita memenuhi ruang percakapan ketika usai, sudahlah mungkin takada embun, hummmm aku harus bicara apalagi tentang sesuatu yang kurasakan. Kupikir jika mencintai harus memiliki aku takpernah ingin mencintai. Tapi bagaimanapun ada hati yang harusnya selalu bersih agar setan itu takmendatangiku, tetap saja memang kau benar aku harus berhenti.

Langit ketika jawaban penyelinap itu sudah kau dapati, kepastian akan sesuatu itu sudah jelas , kini aku rasa kita akan sama-sama memulai, aku akan berjalan dengan sebisaku meraih satu dan banyak hal dan begitupula dirimu takdirmu yang lain, lembaranmu yang ditutup dan cukup disimpan itu, akan menjadi sesuatu yang paling berharga karena membuatmu dengan yakin sangat berharap hanya padaNya dan aku belajar itu darimu. Terimakasih.

Hari esok akan menghapus semua mimpi buruk, mengusir semua kesedihan dan menggantinya dengan canda tawa kita, iya kan langit?, kita akan menuju taman syurga yang didalamnya kau dan aku bisa bermain dan bercengkarama dengan seulas senyum , merasakan kelembutan Allah yang seperti kedipan mata yang sayu, itu lebih indah. Seperti khaizaran yang bicara tentang keindahan dan kenikmatan surga , kita akan bahagia ditemani keindahan bidadari bermata jeli, yang mempersiapkan kebutuhan kita Dan tentang cinta, sungguh di surga kelak kita akan merasa cukup dengan satu orang suami. Lelaki yang paling kita cintai.
Kebahagian yang kita tuju takubahnya seperti bunga yang benihnya sedang kita tanam walau taklangsung berbunga tapi ia pasti akan tumbuh.dan aku berharap apa yang selanjutnya kita jalani terjadi dengan kehendaknya bukan hanya sekedar kehendak tapi juga dengan keridhaanNya. Dan rindu itu kembali datang mengetuk pintu hatiku .

Rindu itu padamu yang membumikan Al-Qur'an
Rindu itu padamu yang ucap lisan Al-Qur'an
Rindu itu padamu yang saling mendengarkan bacaan
Rindu itu padamu yang tak jenuh mengingatkan kesalahan
Rindu itu padamu yang tak terbebani dengan waktu menghimpit  menyekik
Rindu itu padamu yang tetap menghafal dikala setumpuk tanggung jawab di amanahkan
Rindu itu padamu yang saling mengantri untuk mendapat giliran
Rindu itu padamu yang berjuang menjadi sahabat Al-Qur'an .. 


@#2 Kucing Dan Majikannya


Langit, dirimu yang bisa berdiri hanya dengan yakin padaNya lebih membuatku iri, bahkan saat tertatih kau masih menuntunku, kau taktunjukan sakitmu , kau tetap berjalan walau perlahan, seakan tatapanmu kedepan menuju satu pasti yang disana kau tahu akan merasai nikmat pasti yang takterkira dalam menujuNya dan kau tetap memegang tanganku, mengajak langkahku tetap mengikutimu. Kau menjadi perantaraNya yang membuatku menarik langkah yang mulai  jauh.

Langit senja hari ini, mengingatkanku pada hujan senja kemarin, katamu surat untuk embun sudah kau kirim namun aku belum sempat membukanya, sekiranya senja itu, aku langsung membukanya, mungkin aku takkan melakukannya. Meluruskan niat itu hal tersulit dari sebuah perbuatan, aku kira aku hanya butuh teman bercerita, kau tahu sendiri aku yang kala sepi selalu mencari suara untuk hanya sekedar kudengar,  akan tetapi rasa nyaman dan senang itu berbeda saat aku bicara padanya.

Minggu pagi itu, selama lama mengenalnya pertama kalinya aku mendengar suaranya dengan jelas, aku mendengar  tertawanya, dan setiap balasan darinya sama sekali takjauh berbeda dengan gayanya ketika dia bicara.Dia katakan “inilah aku”, rasanya aku yang jahat langit, kenapa aku memaksakan kata “aku biasa terhadapnya” bukankah diantara laki-laki dan perempuan yang tak senasab memang takaada persahabatan apalagi persaudaraan. 

Embun : Aku ga gini kesemua orang, ketika aku bercerita berbagai hal padamu sebetulnya kenapa aku bercerita, semua yang  aku ceritakan apa hubungannya denganmu, apa coba ....

Majikan Kucing : apa coba ...

Langit, sekarang aku takut dengan diriku sendiri, sungguh takut. Dengan mudahnya dulu aku katakan padanya

Embun : Jika suatu saat nanti aku sudah aneh aku akan bilang.
Majikan Kucing : Ok

Aku masih menganggap semua biasa, kenapa hanya dia yang aku bicarakan karena memang hanya ada dia,aku takpunya balon percakapan lain langit dengan lelaki selainnya dan bila baginya ini hal yang biasa tapi tidak denganku ini hal yang kurasakan untuk pertama kalinya. Dia yang kurasa bisa menganggapku hanya seorang perempuan biasa, aku taksuka diperhatikan, aku taksuka terlalu banyak ditanya, aku taksuka sikap yang terlalu berlebihan padaku, dari semuanya yang ada hanya dia yang bisa biasa, hanya dia yang takbertanya, tentang dia peduli atau tidak aku takpernah mengetahuinya, tapi yang kutahu dia sangat baik. Terlalu jahat jika pada kelalaianku dia tersalahkan. Apa ini juga salah satu pernyataanmu yang benar bahwa darinya aku takmenemukan ketidaksempurnaannya. Karena akulah ketaksempurnaannya itu.

Bolehkah aku mengutip percakapan kami yang pertama itu langit, aku katakan paadanya betapa aku takut membebani orang lain termasuk dirinya , aku kesal akan apa yang aku rasakan, diriku yang selalu mengangap hal kecil menjadi hal-hal rumit, tapi dia dengan begitu baiknya mendengarkanku dia bahkan bercerita bagaimana seorang Umar Bin Khattab memperlihatkan sikap khusnudzannya. Atau ketika ku katakan aku kekanak-kanakaan dengan sikapku yang kurasa manja, dia hanya membalasnya dengan mengatakan “bukan kekanak-kanakan tapi kekucing-kucingan, anak kecil itu polos tapi kalau kucing ngeliat orang bawaannya suudhzon terus, kamu itu cuman cerita bukan ngerengek dan dia membuatku ikut tertawa bersamanya. Aku rasa semuanya benar-benar biasa langit, kadang perasaan ini ringan kadang pula juga berat, tergantung aku membawanya kemana, akan tetapi kau benar langit Allah itu Allah bukan mesin kebaikan yang bisa ku minta setiap saat. Dia bukan perantara antara aku dengannya. Dia adalah Pusat.

Aku sebetulnya masih bingung, apa ini benar-benar rasa itu karena aku hanya bercerita menurutku, aku takpernah tahu bagaimana menurutnya. Asumsi yang berbeda membuat segala prasangka selalu ada, hanya sepertinya aku harus menjedanya dan melihatnya dari sisi yang biasa, sisi yang tidak memihak pada keinginan dan keyakinan yang egois, sisi yang tidak memihak pada satu kesimpulan bahwa segala perasaankuu berjawaban "iya" hidup ini bukan hanya dipandang dari satu pasang mataku, hidup ini bukan dijalani oleh satu pasang kakiku, hidup ini bukan hanya dirasakan oleh satu hati, aku sadari semua takbisa menjadi satu pemikiran dan satu perasaan, untuk menyakinkan tetap diriku harus bertanya pada satu pemikiran dan perasaan lainnya, satu pasang mata dan satu pasang kaki yang lain tentang apakah ia memiliki pemikiran dan perasaan yang sama denganku, tapi lebih baik aku diam saja dan berharap apa yang kurasakan takterlalu dalam.

Langit, setelah kubaca surat darimu kau tahu, dalam rakaat-rakaatku aku mulai kembali mengetuk pintu mahabahnya dengan sungguh , aku yang taksempurna dengan ibadahku, bahkan setiap ayat yang berseru yaa ayuhalladzina akhirnya membuatku menumpahkan kesesakkan di dadaku, aku membiarkan mata ini basah, aku biarkan tetesan-tetesan itu terus mengalir, aku merasakan kenikmatan kala aku berpikir betapa Allah sesungguhnya sangat menyanyangiku dengan segala keterbatasanku ketika aku mengucapkan ayat-ayat itu dari lisan, lalu dimudahkannya aku dalam menjaganya sesungguhnya Ia percaya, apakah sikap seorang penjaga seperti itu kurasa memang takseharusnya, tapi aku hanya perempuan biasa mungkin hilaf ini akan menjadi sesuatu yang akhirnya aku akan belajar banyak. 

Terimakasih Langit

@#1 PENYELINAP [akuan]



Kabarku kurasa akan semakin baik kala dirimu ada mendengarkanku langit, Hari tanpa pertanyaan “Apa?” mu. Disini ketiadaan dirimu tergambar dari hati yang satu ruangannya kosong belum terisi dan takkan terisi sebelum kamu kembali dengan segala cerita tentang ksatria itu, aku rindu dirimu yang mengusap rambutku, aku masih ingat dirimu yang ikut menangis kala aku berkata “aku takut membenciNya lagi”, obat-obat ini masih harus kuminum entah sampai kapan, aku berusaha untuk tetap bisa bertahan. Hariku dipenuhi lembaran-lembaran ayat yang harus kusetorkan setiap hari, akupun berusaha mencapai targetku, sejauh ini semua masih bisa kulakukan, walaupun mataku akhirnya sering mengantuk karena pada malam hingga tak kurang jam 02.00 pagi barulah aku tertidur, keesokan harinya aku harus banyak menulis, dan menulis. aku ingin seperti yang lain tapi nampaknya diriNya belum mengijinkan.

Tentang kucing dan majikannya, kurasa dia sangat baik sampai hari ini dia terus mendengarkanku, sampai hari ini dia tertawa saat kusapa, dia akan ada saat kumembutuhkannya, dia takpernah bertanya kenapa aku menahannya untuk tetap ada dalam duniaku , aku pernah katakan dia memang seperti kucing takpernah bertanya dan mengkritikku dan dia masih seperti itu, dan kucingnya masih ada dalam cerita-ceritanya. Embun di negeri sakura, aku pernah katakan padamu aku hanya singgah sebentar, takberniat untuk terlalu lama.

Aku belum menemukan siapapun yang menyerupai dirimu disini dan kurasa aku takkan pernah menemukannya.

Iya langit kamu benar aku mulai tertarik dengan siapa perempuan itu dan begitu mudahkah seoranglelaki itu berkata seperti itu padamu. di senja itu aku membaca pesan singkatmu
Lelaki itu mau nikah bulan November katanya,
tapi bukan sama aku :D
#tapi aku masih belum nyerah* do’ain aku ya..

Aku merasakan lelah untukmu. Perkataanmu selalu membuatku bisa melihat segala sesuatu dari cara yang berbeda .

Saat aku membalas pesan singkatmu
“aku lelah untukmu, kenapa kamu tetap bertahan?”
Kamu membalasnya dengan jawaban yang sangat siap.
“Mungkin karena mencintai itu bukan berarti bersama, gak perlu dibales juga kan.Sampai luntur rasa ini dengan sendirinya. Aku pasrah.

Langit, tentang dirimu yang takkan menyerah, bahkan aku masih ingat ketika aku bertanya
“bagaimana jika bukan dia ?”
Jawabmu “kalaupun bukan dia, bukan aku yang menyerah”

Nampaknya ketika dia pergi dirimu masih menunggu ditempat dia meninggalkanmu.

Apa dayaku untuk membuatmu mengalihkan kaki keyakinanmu yang sudah terpaku kuat dengan segala sesuatu yang sudah dijadikan keputusan olehmu, aku sangat berharap dengan warna indah yang bisa membuatmu merasakan bahagia, aku ingin engkau tersenyum. Apapun yang membuatmu bahagia aku menyukainya tapi merasakan lelahmu ini rasanya aku…… hum langit aku berdo’a yang terbaik untukmu.
Lukamu saat ini pasti akan sembuh, dan waktu akan membuatnya berlalu walau mungkin ketika pergi tanda itu akan tetap tertinggal disana.

Ketika sudah ada yang lebih dulu singgah walau nampaknya kali ini dia hanya berani ada didepan pintu, tidak mengetuk apalagi masuk, langit apakah kita harus menariknya dan memaksanya masuk kurasa tidak, aku ingin sesuatu yang tanpa diminta, disuruh atau dipaksa. Membiarkan dia berlalu lalang kearah manapun yang dia suka, namun akan mengetuk dan masuk ke pintu yang mana, aku belum tahu. Biarkan Tuhan yang membuatnya berjalan menemuimu ditempat kemarin dia meninggalkanmu. Semoga saja lelaki itu digerakkan hatinya oleh tuhan untuk mengetuk pintumu, lantas dia takmenjadikanmu sebagai pilihan karena dirimunyalah keputusannya.

Andai basah kuyup diguyur hujan deras sekalipun lama airmata langit itu pasti akan mereda juga … 

Sukabumi, 03 November ’12
Langit tetaplah anggun seperti malam ini, tetaplah berwarna seperti pagi, warna keemassan senja akan nampak membuatmu selalu cantik……
Embun yang rindu padamu …..